watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

PENGALAMAN MENGEJUTKAN

Di rumah, saya tinggal dengan kedua orang tua
dan dua orang adik perempuan, kedua orang tua
saya bekerja dan kedua adik saya masih duduk
dibangku sekolah, sedangkan saya kuliah di salah
satu universitas terkenal di Jakarta. Nama saya
Agus (bukan nama asli). Kami tinggal disebuah
komplek perumahan yang tidak begitu elit di
Bogor. Rumah kami saling berdekatan dengan
tetangga sebelah dan kami cukup mengenal satu
sama lain sehingga terkadang kami saling
membantu, mereka datang kerumah atau
sebaliknya.
Kejadiannya lima tahun yang lalu, suatu ketika
tetangga saya pindah rumah. Tepatnya
berselang dua rumah dengan rumah saya.
Dalam beberapa hari rumah itu kosong dan
yang tersisa hanya sebuah lampu bohlam yang
terus menyala di teras rumahnya. Saya tahu
karena rumah itu selalu saya lalui kalau pulang
kerumah. Persisnya satu minggu setelahnya,
Rabu siang hari, disebelah rumah agak sedikit
berisik. Saya kebetulan sedang tidak kuliah
penasaran apa yang terjadi disana. Ternyata ada
yang mengisi rumah itu. Saya hanya menonton
mereka yang sedang memindahkan barang-
barang kedalam rumah. Setelah saya tanya
ternyata rumah itu dibeli oleh seorang wanita
yang rencananya rumah tersebut akan ditempati
oleh saudaranya.
Sore hari keesokan harinya ketika saya hendak
pulang, seperti biasa saya melewati rumah itu.
Terlihat seorang wanita, umurnya berkisar 30
tahunan. Saya secara spontan menemuinya dan
memperkenalkan diri saya. Kurang lebih lima
menit saya berbicara dengannya. Namanya
Endang, walau lebih tua dari saya tetapi dia tidak
mau dipanggil “Teteh”. Tapi saya bersikeras
untuk tetap memanggilnya dengan sebutan itu.
Bentuk tubuhnya lumayan “Bahenol”, wajahnya
manis dan murah senyum, dan dari situ saya
tahu bahwa dia hanya berdua dengan seorang
pembantu rumah tangga. Beberapa hari
selanjutnya keluarga kami sudah cukup
mengenal teh Endang begitu juga para tetangga
yang lain.
Suatu hari saya sedang tidak kuliah jadi saya
santai dirumah, kebetulan saya dirumah sendiri,
teh Endang datang kerumah ingin meminta
pertolongan.
“Puunteen..”, katanya dengan suaranya yang
halus dan logat daerahnya yang kental.
“Eh.. teh Endang, ada apa ya?”, sahutku.
“Lho Agus ngga kuliah?”, tanyanya penasaran.
“Engga teh.., engga ada kuliah hari ini, ada apa
teh?”, tanyaku lagi.
“Agus bisa bantu Endang ga?”, katanya dengan
sedikit canggung.
“Kalo bisa saya bantu kenapa engga teh!”, kataku
untuk meyakinkan dia.
“Bener nih? di rumah banyak kursi yang masih
berantakan.. jadi Endang minta tolong diatur biar
ga berantakan.. soalnya ngehalalangan jalan”,
katanya dengan memelas.
“Kan Agus gede badannya jadi Endang minta
tolong ya.. enteng koq”, tambahnya sambil
menepuk pundakku.
“Masa suka pitnes ga kuat sih!”, katanya sambil
tersenyum manis padaku.
Melihat senyuman itu sebagai seorang laki-laki
saya tertantang dan saya langsung berkata “Ya”
walau dalam hati dan saya yakin semua laki-laki
apabila mengalaminya akan sama reaksinya
dengan saya.
“Iya deh teh, saya bantu..”, jawabku dengan
sedikit kasihan melihat raut mukanya.
“Bener nih?”, katanya untuk meyakinkan saya.
“Ya udah kalo ga mau mah teh..”, kataku untuk
memancing dia.
“Eh.. Agus ga marah kan, soalnya takut ganggu
kamu, yuk..”, katanya sambil mengajakku
kerumahnya.
Setelah sampai dirumahnya saya heran karena
semua perabotan rumahnya telah tertata rapih.
Saya merasa tertipu dan agak menyesal atas
kejadian itu. Tetapi saya melihat sebuah lukisan
yang belum tergantung. Lukisan itu lumayan
besar dan saya perkirakan memang agak berat
untuk diangkat oleh teh Endang.
“Aduh maap ya Gus, bukannya Endang boong
sama Agus.. cuma emang lukisannya mau
digantung berat sekali.. jadi Endang bilang kursi
bukannya lukisan.. ga pa pa kan Gus?”, katanya
sambil menjelaskan hal itu.
“Ooh.. ya ga pa pa sih teh, cuma teteh bilang
aja.. ga usah malu-malu.. kita kan tetangga
harus saling tolong”, kataku.
Lalu teh Endang menyerahkan beberapa buah
paku, palu, dan tidak lupa lukisan yang berat itu.
Lalu teh Endang masuk kekamarnya.
Saya mulai bekerja dan tiba-tiba teh Endang
keluar sambil berkata, “Gus maap ya Endang
tinggal dulu, soalnya ada perlu sebentar, kalo
perlu apa-apa tinggal minta si Yuyun aja yah”,
katanya.
Dari situ saya baru tahu nama pembantunya.
“Nanti Endang kasi oleh-oleh deh buat Agus”,
Tambahnya sambil tersenyum keluar rumah.
Lalu dia berteriak kepada pembantunya bahwa
dirumah ada saya sedang memasang lukisan itu
dan dia pun pergi sambil membawa mobil
sedannya.
Setelah pembantu itu menutup pintu garasi
rumah lalu ia masuk dan menemuiku.
“Agus maaf ya, ga bisa saya temenin soalnya
banyak yang musti dikerjain nih.. kalo perlu
sesuatu panggil saya aja yah!”, katanya.
“Eh.. iya Mbak, silahkan..”, kataku sambil
memperhatikannya.
Dia berbalik lalu berjalan ke arah kamarnya
didekat ruang dapur. Saya perhatikan memang
umurnya agak sedikit lebih tua dari saya dan
bentuk tubuhnya agak montok dan berisi.
Setelah beberapa lama selesai juga lukisan itu
tergantung di dinding. Saya mulai merasa haus.
Saya panggil si Yuyun tetapi dia tidak menyahut.
Lalu saya menuju dapur dan ternyata ada kulkas
di sana. Ketika selesai minum saya mendengar
seperti suara percikan air dan ternyata memang
dari kamar mandi. Si Yuyun memang sedang
mandi. Kemudian tidak tahu dari mana
datangnya, saya mulai penasaran ingin
mengintip si Yuyun. Saya membayangkan
tubuh Yuyun yang tadi masih memakai pakaian
lalu saya membayangkan bagaimana tubuhnya
apabila telanjang bulat. Badan saya langsung
memanas dan gemetar sambil berusaha
mencari celah untuk mengintip. Tetapi sayang
sekali tidak ada satu celah pun, kemudian saya
berfikir untuk melihat Yuyun berganti pakaian
dimana lagi selain di kamarnya.
Saya mencari kamarnya dekat dapur. Saya
mendapatkan hanya satu kamar disitu dan saya
berkesimpulan bahwa itu memang kamarnya.
Saya masuk kamar itu lalu saya mencari tempat
yang bagus untuk bersembunyi. Akhirnya saya
bersembunyi dibawah kasurnya. Beberapa
menit kemudian Yuyun masuk kamar dan
mengunci pintunya. Pertama hanya terlihat
kedua kakinya saja lalu tiba-tiba terlihat
handuknya yang terbelit di badannya dilepasnya,
karena handuknya seperti berputar-putar
mengelilingi badannya lalu bunyi seperti sebuah
benda yang dilemparkan ke kasurnya. Saya
yakin si Yuyun dalam keadaan telanjang. Dengan
nafas yang memburu saya berusaha mengintip
dari bawah kasurnya.
Setelah berusaha saya melihat badannya yang
membelakangi saya sedang memilih pakaian
dalamnya. Saya hanya melihat bagian (maaf)
pantatnya saja yang besar dan padat juga sedikit
bagian payudaranya dari arah belakang.
Payudaranya memang besar sekitar 36B tetapi
saya yakin lebih besar dari itu. Lalu dia agak
sedikit menungging dan dari belahan pantatnya
terlihat bulu-bulu halus mengelilingi vaginanya
yang hanya terlihat sebagian dari belakang.
Vagina itu terjepit oleh pantatnya sehingga hanya
berbentuk garis hitam saja dan kebetulan bulu-
bulu yang mengelilinginya tidak banyak. Tiba-
tiba dia jongkok lalu terbukalah vagina Yuyun.
Saya yang dari tadi memperhatikannya sudah
tidak kuat lagi sepertinya saya ingin menyentuh
dan memegang seluruh tubuh Yuyun. Badannya
yang sintal serasa memanggil saya untuk
menyentuhnya. Penis saya serasa ingin bergerak
bebas. Penis saya sudah tegang dari tadi tetapi
terasa sakit karena terhalang celana dan tertahan
oleh ubin. Dalam hati saya ingin keluar dari
tempat persembunyian lalu saya
menyetubuhinya hingga saya puas. Apakah
saya berani?
Saya mencoba bertahan untuk tidak
melakukannya tetapi apa boleh dikata keinginan
saya untuk berbuat lebih besar. Lalu saya kaluar
secepat mungkin lalu saya memeluk badan
Yuyun dari belakang sambil mulutku menciumi
lehernya, tangan kanan saya meremas
payudaranya, dan tangan kiri saya mulai
membelah vaginanya dengan dua jari dan
memasukan jari tengah ke dalam lubang
vaginanya. Yuyun kaget dan sudah terlambat
untuk menghindar dari perlakuan saya.
“Eh.. siapa.. eehh.. ja.. ngan.. aahh.. oohh..
oohh..”, suaranya sambil berusaha membalikan
badannya.
“Kamu sexy.. mmhh.. ssllrrpp.. mmhh.. jangan
takut.. gue bikin lu puas Yun.. mmhh.. sslrrpp..”,
bisikku sambil terus mencumbunya dan
menggerayangi seluruh tubuhnya.
“Ku.. rang.. ajar.. ehh.. mmhhehh.. oohh..
aughh.. le.. pas.. in.. haahh.. aahh.. mmhh..
aahh..”, katanya sambil terus mencoba
membalikan badannya.
Dari desahannya saya muai yakin bahwa Yuyun
sebentar lagi akan menjadi santapan yang lezat
untuk memenuhi nafsu birahi saya. Terlihat
dorongan Yuyun sudah mengendor dan yang
terdengar hanya desahannya saja yang
membuat saya makin bernafsu. Setelah Yuyun
lemas tak berdaya seluruh tangan saya lepaskan
dari badannya lalu saya membopongnya
ketempat tidurnya. Setelah badannya saya
rebahkan ditempat tidur saya melihat Yutun
sudah pasrah dan terlihat air mata yang keluar
dari matanya. Sepintas saya merasa kasihan
tetapi saya sudah tidak dapat berfikir panjang lagi
melihat badan yang sudah telanjang bulat dan
pasrah ada didepan saya dan siap untuk
dinikmati.
Lalu saya membuka seluruh pakaian dan
sayapun telanjang sudah. Lalu saya mendekati
badan Yuyun dan menindihnya lalu saya cium
seluruh wajahnya. Kedua tangan saya
memegang kedua tangannya sehingga penis
saya dan vaginanya hanya bersentuhan dan
bergesekan. Dari vaginanya sudah banyak cairan
yang keluar yang menandakan dia sudah
terangsang oleh perlakuan saya tadi. Bibirnya
saya cium dan langsung saya kulum sihingga
lidah saya secara leluasa masuk kedalam
mulutnya. Saya tidak menyangka ternyata
Yuyun membalas ciuman saya tadi sehingga
kami bergelut dalam ciuman yang sangat
bernafsu. Lidah kami berdua seakan menyatu
dan berusaha untuk mendapatkan apa yang
kami cari, KEPUASAN..
Setelah kami berciuman, kedua tangan saya
langsung saya arahkan kearah ketiaknya sambil
sedikit mengelitiknya. Bibir saya secara liar
menjalar ke payudaranya secara bergantian.
“Oohh.. eehh.. mmhh.. Gus.. aahh.. aahh..
aahh..”, desahnya.
“Gimana Yun enak kan?”, tanyaku padanya.
“Ee.. nn.. aakk.. ahh.. mmhh.. Gus.. ja.. ngan..
brenti.. aahh.. oohh.. aahh..”, desahnya dengan
agak sedikit berteriak.
“Ehh.. Yun.. jangan teriak-teriak dong, nanti
banyak yang denger..”, kataku sambil melihat
sekeliling kamar.
“Abis.. ennakk.. eennaakk.. enn.. eenn..
nnaakk..”, desahnya lagi tetapi sekarang sambil
berbisik.
Setelah Yuyun berkata demikian badannya terasa
terangkat dan pinggulnya mendorong-dorong
badan saya.
“Eehh.. eehh.. mmhh.. Gus Yuyun mau pipis..
adduuhh.. aahh.. pipiss.. ppiiss.. mmhh.. pi..
ppiiss..”, desahnya lagi.
Setelah berkata demikian terasa sekali
selangkangan Yuyun basah total, seperti ada
cairan yang lebih banyak keluar dari vaginanya.
Ternyata Yuyun orgasme yang kesekian kalinya.
Saya tidak tahu apakah dia sudah orgasme
sebelum ini. Cairan itu menjalar keseluruh bagian
selangkangannya lalu menjalar ke pahanya dan
juga berkumpul dipantatnya. Lalu badannya
bergetar dan terdiam sejenak sepertinya ingin
merasakan kepuasan yang ada saat orgasme.
Sesudah itu ia tersenyum manja kepadaku dan
berkata, “Gus.. kamu dah belum?”.
“Ya belum dong, orang kontol gue aja belum
ngerasain memek Yuyun..”, kataku sambil
memelintir puting payudaranya.
“Ahh.. ehhmm.. ya udah cepetan masukin Gus..
tapi cepet ya takut Bu Endang dateng..”, katanya
sambil membuka kedua pahanya dan
melebarkan vaginanya yang sudah basah.
Lalu saya arahkan penis saya kearah vagina
Yuyun yang telah merekah. Pada saat penis saya
menyentuh bibir dalam vaginanya, terdengar
bunyi klakson mobil. Ternyata Teh Endang
pulang. Dengan cepat kami berdua berpakaian
dan Yuyun terlebih dahulu keluar kamar dan
segera membukakan pintu garasi.
“Yun, kamu jangan kasih tau Teh Endang ya kalo
kita berdua..”, kataku kepadanya.
“Tenang aja Gus, Yuyun mulai suka koq, abis
Yuyun udah lama ga gituan..”, katanya setelah
memotong perkataanku tadi.
Saya keheranan setelah mendengar perkataan
Yuyun bahwa ia “Sudah lama ga gituan”. Sambil
keluar kamar saya masih berfikir tentang
perkataan itu. Teh Endang masuk ke rumah dan
menemuiku.
“Nah kan gampang Gus, tuh lukisannya udah
selesai, makasih ya..”, kata Teh Endang sambil
tersenyum manis padaku.
“Nih buat kamu..”, sambil menyerahkan sesuatu
padaku.
“Wah jadi ngerepotin Teh Endang nih.. he.. he..
he.. makasih..”, kataku.
Ternyata sepotong besar kue Black Forest.
Dalam hati saya berkata, “Tau aja dia kesukaan
gue..”.
“Endang tau.. kamu kan badannya gede.. jadi
doyan makan dong”, katanya.
Setelah itu saya berpamitan pulang walau saya
ditahan untuk tidak segera pulang oleh Teh
Endang. Dengan alasan sudah agak sore,
akhirnya saya diijinkan pulang.
“Kapan-kapan mainlah kemari Gus, kita ngobrol
trus ngegosip dulu”, katanya.
“Iya Teh Endang, saya suka koq main kemari”,
jawabku sambil menatap Yuyun yang hanya
tersenyum.
Pada saat saya melangkah keluar gerbang
rumah, Teh Endang memberikan senyum
manisnya padaku dan tiba-tiba Yuyun berkata,
“Makasih ya Gus..”.
Saya hanya tersenyum karena ucapan Yuyun
tadi mengandung arti yang hanya dimengerti
oleh kami berdua saja. Saya meninggalkan
rumah dengan sesuatu yang mengganjal, yaitu
kepuasan yang menggantung karena saya
belum merasakan kepuasan yang seutuhnya
dan hilang begitu saja di depan mata, eh maksud
saya di atas ranjang..
*****
Suatu hari, saya lupa harinya, saya sedang tidak
kuliah juga. Saya bermain kerumah Teh Endang
lagi.
“Permisi..”, salamku. Sampai lima kali tidak ada
yang menyahut. Dalam hati saya bilang apabila
yang keenam kali tidak ada yang menyahut
maka saya akan pulang saja.
“Permisi..”, kataku lagi dengan agak sedikit keras.
“Iya.. Iya.. tunggu sebentar..”, terdengar suara
Yuyun samar-samar.
Yuyun berlarian menuju pagar dan
membukakan pintu.
“Tadi saya udah denger koq, saya baru selesai
mandi trus buru-buru deh..”, katanya.
Memang terlihat rambutnya yang masih basah
dan tercium wangi sabun mandi yang masih
wangi.
“Maaf Yun, eh Teh Endang ada ga?”, tanyaku
sambil masuk kedalam rumah.
“Tadi Bu Endang pergi, katanya mau ketemu
temannya.. gitu”, jelasnya.
“Agus mau ketemu Teh Endang apa aku?”,
katanya lagi.
“Ngapain ketemu kamu Yun, rugi..”, kataku
sedikit bercanda.
“Ah kemaren aja cuma ditongengin sedikit aja
udah kaya orang kemasukan setan gerayangin
badan saya..”, katanya.
“Iya sih, tapi saya lagi ga mut ah, mau ngobrol
aja..”, kataku.
Setelah berbicara panjang lebar dengan Yuyun,
saya tahu banyak tentang dia. Yuyun ternyata
janda tanpa anak. Dia kawin muda karena
dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Suaminya
di desa kawin lagi dengan wanita lain.
Mendengar itu saya jadi mengerti semua. Ketika
saya tanya tentang Teh Endang ternyata juga
janda dan sudah menikah dua kali. Pada
perkawinan pertama Teh Endang kawin dengan
bule keturunan Australia tetapi ditinggal
suaminya kembali ke negaranya dan tidak ada
kabar. Pada perkawinan kedua Teh Endang
menikah di Bandung tetapi mereka bercerai atas
kemauan Teh Endang karena mantan suaminya
itu telah memiliki istri terlebih dahulu. Juga tanpa
dikarunuai anak. Pada perkawinan inilah Yuyun
baru ikut Teh Endang di Bandung.
Selama Yuyun menjelaskan tentang hal tersebut,
saya baru sadar bahwa setelah saya perhatikan
badannya ternyata terlihat samar-samar puting
payudaranya yang hitam. Ternyata Yuyun tidak
menggunakan BH karena tadi tergesa-gesa
membukakan pintu untuk saya. Saya jadi
bertanya-tanya jangan-jangan Yuyun tidak
Memakai CD juga. Lalu saya mencari cara untuk
mengetahuinya. Saya akan membuat dia berdiri.
“Yun, ambilin minum dong, air putih aja deh..”,
kataku.
“Oh Iya lupa.. tunggu ya”, katanya sambil
bergerak menuju dapur.
Yuyun jalan membelakangi saya dan ternyata
memang benar Yuyun tidak memakai CD karena
dari belakang terlihat belahan pantatnya dengan
pantat yang besar. Saya langsung terangsang.
Saya ikuti ke dapur. Pada waktu Yuyun
membelakangi saya, langsung saya peluk dia.
Saya langsung meremas kedua payudaranya
dari belakang dan menciumi lehernya sambil
menggesekan penis saya yang masih
terbungkus celana ke belahan pantat Yuyun.
Yuyun kaget tetapi dia membiarkan saya. Ia
malah berpegangan pada meja dapur dan agak
sedikit membungkuk. Tangan Kiri saya langsung
turun membuka bagian bawah dasternya dan
menyusup diantara kedua pantatnya untuk
mempermainkan vaginanya yang masih kering.
Wangi sabun dibadannya masih terasa dan
membuat saya bertambah nafsu.
“Ahh.. mmhh.. Gus.. ka.. mu.. dah.. mau ya..
eehh.. eehhmm.. terus.. aahh.. terr.. rruuss..
eehhee.. mmhh..”, desahnya.
Terasa vaginanya sudah mulai basah dan licin.
Langsung jari tengah saya susupkan kedalam
lubang vaginyanya. Saya buat keluar masuk
secara perlahan.
“Aahh.. ennaak.. mmhh.. ennakk.. Gus.. terus..
cepet.. cep.. pet.. aahh.. aahh..”, desahnya.
Setelah itu badan Yuyun terasa menegang dan
agak mendesis.
“Gus.. aahh.. pipis.. aahh.. pi.. pis.. iyaahh..
oohh..”, desahnya sambil menjepit jariku
dengan kedua belahan vaginanya dengan
bantuan kedua pahanya. Yuyun orgasme yang
pertama kali.
Setelah itu langsung saya balik badannya dan
menaikan badannya ke atas meja dapur. Saya
hanya memelorotkan celana saya agar penis
saya keluar dan ternyata sudah tegak dan keras.
Saya ambil kondom dari dompet dan langsung
memakainya. Setelah itu saya langsung
mengarahkan penis saya ke belahan vaginanya
yang telah basah. Perlahan tapi pasti penis saya
masuk seluruhnya ke dalam vaginanya.
Memang mudah karena vaginanya sudah licin
dan Yuyun sudah tidak perawan lagi tetapi tetap
saja membuat saya merem-melek dibuatnya.
Lalu saya diamkan penis saya di dalam vagina
Yuyun yang tertancap dalam. Lalu saya
mengerayangi seluruh muka, payudara,
putingnya sampai meremas-remas kedua
pantatnya yang besar. Yuyun hanya bisa
meremas kedua pantat saya dan agak sedikit
mencakar. Sakitnya sudah tidak saya hiraukan
lagi.
“Oohh.. eenak.. ee.. nakk.. udah lama.. oohh..
ga.. main.. penismu.. nik.. mat Guss.. ss.. ss..
emmhh..”, desahnya yang sudah kacau.
“Terus isep.. iss.. sseepp.. teteku.. gigit.. ce..
pet.. gi.. git.. aahh.. mmhhmm..”, Katanya.
Lalu saya plintir puting payudaranya
menggunakan bibir saya dan sekali-sekali saya
gigit dengan agak sedikit gemas.
“Iya.. terus.. ss.. mmhhmm.. eehheehh.. Gus..
mo pipis lagi.. ga ku.. at.. aahh..”, katanya sambil
menegangkan badannya.
Penis saya seperti disiram oleh cairan hangat dan
itu membuat saya tak kuasa untuk menggerakan
penis saya di dalam vagina Yuyun.
“Gus uudahh.. kocok vagina Yuyun.. Yuyun
udah ga tahan mo dikocok sama kontol kamu..
mmhhmm..”, desahnya.
Langsung dengan cepat saya gerakkan penis
saya keluar masuk vagina Yuyun. Sesekali saya
tarik penis saya dan dengan cepat saya
tancapkan lagi ke vaginanya. Ini saya lakukan
secara mendadak yang membuat Yuyun
berteriak kecil.
“Auwww.. mmhhmm.. auuwww.. ahh.. eehh..
gila.. kontolmu mentok Gus.. sakit.. sakit.. ahh..
eenn.. akk.. bag.. nget.. sshh..”, desahnya tiap
kali saya buat gerakan itu.
“Gus.. mo.. pippiss.. ga.. tahhan.. stop.. stop..
mmhhmm.. aahh.. aahh..”, katanya.
“Kita bareng ya Yun.. oohh.. tu.. wa.. ga..
aahh..”, kataku.
“Croot.. crroott.. crroott.. serr.. serr.. seerr..”,
cairan kami berdua keluar dengan derasnya di
dalam vaginanya.
Kami berdua berpelukan erat saat itu. Yuyun
memeluk dan mencium saya dengan erat dan
tangannya mencakar punggung saya juga
kakinya yang membelit pinggang saya dengan
keras. Saya juga melakukan hal yang serupa
dengannya sambil saya angkat badannya sedikit
menggendong. Penis saya terasa dihisap oleh
vaginanya dan serasa akan lepas ditelannya.
Kami berdua mengerang dalam ciuman. Liur
kami berdua bercampur baur tak terkira. Lidah
kami berdua serasa ingin membelit satu sama
lain. Kami berdua sudah tidak menghiraukan
apakah teriakan kami berdua terdengar sampai
ke luar ruangan. Rasanya tak terkatakan walau
ditulis berhelai-helai kertas. Hanya kami berdua
saja yang bisa merasakannya.
Setelah beberapa lama, penis saya masih
tertancap di dalam vaginanya, kami berdua
mulai melonggarkan pelukan itu dan kami
berdua saling bertatapan. Kami berdua
tersenyum sambil diselingi dengan beberapa
ciuman kecil.
“Gus kamu hebat, Yuyun sampe berapa kali
pengan pipis”, katanya disela sela ciuman kami.
“Kamu juga hebat, memek kamu tau aja
kesenangan penis saya, “Kataku.
“Gus, yang terakhir tadi.. itu paling enak,
bener..”, katanya.
“Iya saya juga ngrasa gitu, nih liat kontol saya
masih di dalem memek Yuyun”, kataku sambil
memperhatikan penis saya.
“Gus jangan dicabut ya.. masih nikmat..”,
katanya sambil tersenyum.
“Udah ah, takut kondomnya bocor kelamaan di
dalem”, jawabku.
“Emangnya bisa bocor Gus?”, kata Yuyun
bertanya penasaran.
“Bisa kali, kalo bocor ntar kamu hamil loh.. mau
kamu hamil?”, tanyaku.
“Saya ga mau ah, tapi kalo bikinnya saya mau
banget..”, jawabnya sambil melirik padaku.
“Sama dong..”, kataku sambil menciumnya.
Kami berdua berjalan menuju kamar mandi
dalam keadaan bugil. Terlebih dahulu saya
buang kondom itu di tempat sampah dapur.
Lalu kami berdua mandi bersama yang tentu
saja diselingi dengan gerakan-gerakan nakal.
Setelah kami kaluar dari kamar mandi dan akan
menuju kamar Yuyun, kami berdua terkejut oleh
keberadaan Teh Endang yang sedari tadi berdiri
menyaksikan kami brdua dalam keadaan bugil.
“Apa yang kalian lakukan berdua?”, katanya
sambil membentak.
Kami berdua tidak menjawab sepatah katapun
karena kami sudah tertangkap basah.
“Yuyun, sana kamu ke kamar kamu!”, katanya
kepada Yuyun.
Yuyun berlari kecil sambil menutupi badannya
langsung menuju kamarnya.
Teh Endang memandangku dengan pandangan
sinis. Ia memandangi badan saya dari ujung
rambut ke ujung kaki. Memang badan saya
atletis, maklum saya rajin fitness. Tanpa aba-aba
terlebih dahulu, Teh Endang langsung
mengarahkan ciumannya kearah bibir saya.
Tangannya meremas kedua pantat saya.
Ciumannya sangat ganas dan liar. Mendapat
perlakuan itu saya kaget sambil sedikit senang.
Ternyata saya tidak dimarahi seperti yang telah
saya bayangkan sebelumnya. Saya secara
spontan membalasnya dengan liar pula. Pada
waktu tangan saya hendak menyusup ke arah
payudaranya dia menepis tangan saya.
“Gus masa cuma si Yuyun doang yang
kebagian, Endang juga mau..”, katanya sambil
memegang penis saya yang dari tadi sudah
berdiri.
“Belum apa-apa udah mau pegang punyaku,
kamu nakal Gus..”, katanya sambil tersenyum
padaku.
“Abis Teh Endang duluan sih.. tuh liat punya
saya sampe bediri gini..”, kataku.
“Gus ayo ke kamar Endang aja, malu kalo ada si
Yuyun”, katanya sambil menggandeng tanganku
menuju kamarnya.
Setelah sampai kamar Teh Endang, ia
menyuruhku untuk melepaskan pakaiannya.
“Gus kamu bukain baju Endang ya, ga usah
malu-malu, BH dengan CD-nya juga ya.. sampe
Endang telanjang.. kaya kamu”, katanya sambil
tertawa kecil padaku.
Saya langsung membukakan pakaian Teh
Endang. Pertama kemejanya, roknya, lalu terlihat
BH dengan payudara yang menantang dan CD
yang menutupi gundukan vaginanya. Penis saya
seperti ingin meledak ketika saya mencopot BH
dan CD-nya. Terlihatlah payudara yang sexy dan
vaginanya yang mulus tanpa bulu. Ternyata Teh
Endang rajin mencukur bulu-bulu disekitar
vaginanya. Belahan vaginanya terlihat jelas
membagi dua kedua pahanya. Lalu dengan jalan
yang dibuat-buat, Teh Endang melangkah ke
kasurnya dan langsung berbaring sambil
mengangkangkan kedua pahanya. Terlihat jelas
vaginanya terbelah dan terlihat bibir bagian
dalamnya tentu saja klitorisnya. Secara tidak
sengaja saya memperhatikan sekitar ruangan
kamar itu dan di meja riasnya terdapat beberapa
penis mainan dari karet yang membuat saya
tertegun sejenak.
“Gus kamu mau liatin kamar Endang aja atau
mau sama Endang?”, katanya yang membuat
aku sadar sejenak.
“Masa body Endang dianggurin sih.. kamu ga
mau sama ini..”, katanya sambil menggosok-
gosok vaginanya.
“Ayo Gus buat Endang puas, masa si Yuyun
dikasih tapi Endang nggak..”, rayunya.
“Cepet Gus..”, katanya. Terlihat vaginannya
sudah mulai basah karena gosokannya sendiri.
“Teh Endang, siap ya..”, kataku sambil menindih
badannya.
Kami berdua langsung berciuman dengan liar
dan tangan kami masing-masing mencari bagian
dari badan kami yang kami anggap dapat
memuaskan nafsu. Lidah kami beradu dan liur
kami pun sudah menyatu. Ternyata Teh Endang
memiliki ciuman yang hebat. Saya tak kuasa
dibuatnya. Ia mengambil alih setiap ciuman
kami. Saya hanya bisa menggunakan tangan
saya untuk menyentuh dan meremas
payudaranya sehingga terkadang ciumannya
terhenti saat saya tangan saya bergelut dengan
puting payudaranya.
“Ehhmm.. yaahh.. ssiipp.. truss.. Gus.. ayo..
ter.. rus.. remes.. yang.. kenceng.. dua..
duanya.. jugaa.. ehhmm.. oohh..”, desahnya
dibalik ciumannya.
Ciumanku terus berlanjut ke leher dan
telinganya. Setiap bibir saya menyentuh
telinganya, badannya langsung bergelinjang.
Ternyata titik rangsangannya terbesar ada di
sana.
“Gus jangan di kuping terus.. gelii.. gellii..
ehhmm.. ge.. llii.. eehheemm.. aahh..”,
desahnya.
Lalu saya berpindah menciumi payudaranya dan
sedikit menggigit putingnya.
“Ahh.. iyyaahh.. ahh.. iyyaahh.. iyahh.. iyyaahh..
oohh.. iyyaahh..”, desahnya dan lama-lama
menjadi sebuah teriakan.
“Gus Endang mau pipis.. pii.. ppiiss.. eehh..
eehh.. eehheehh.. aa”, desahnya panjang.
Ternyata Teh Endang orgasme, badannya naik
ke atas lalu dibanting ke bawah dan ini
dilakukannya berkali-kali sambil berteriak. Badan
saya terdorong ke atas berkali-kali. Lalu
badannya menegang dengan teriakan panjang,
sesudah itu terdiam sejenak sambil merasakan
orgasmenya. Tubuhnya memerah dan banyak
keringat yang keluar.
“Gus udah ga usah diciumi lagi, cepet masukin
punya kamu ke memek Endang.. cepet..
cepet..”, katanya sambil memeluk badanku.
Tetapi saya langsung menuju vaginanya dan
menjilat permukaan vaginanya yang telah basah
akibat orgasmenya tadi.
“Gus kamu ngapain.. oohh.. jangan.. eehh..
eehh.. eehhmm..”, desahnya karena perlakuanku
itu.
“Ka.. mmu.. jahh.. hat.. Endang.. dahh.. gak..
eehh.. kuat.. ka.. mmuu.. nyiksa.. eehhmm..”,
katanya.
“Ahh nikmat.. eenn.. nakk.. ehhmm.. eehhee..
trus.. jilat.. jilat.. jilat.. jiillaat.. memek Endang..”,
desahnya.
Lidah saya terus memburu vagina Teh Endang.
Klitorisnya saya gigit, jilat, hisap dan sekali-sekali
saya jepit dengan bibir saya.
“Iyahh.. heehh.. hhee.. eehhmm.. hhmm.. isep..
kacangnya.. kacang.. Endang.. trus.. oohh..
aahh.. ss.. ss.. eehhmm”, desahnya sambil
menggerakkan badannya kekiri dan kekanan.
“Aahh..”, teriaknya panjang.
Teriakan itu mengangetkan saya dan ternyata ia
orgasme lagi. Cairan di vaginanya banyak sekali
dan membuat sekitar bibir dan mulutku basah.
Langsung saya jilat sampai habis cairan itu.
Terasa asin tetapi lama-kelamaan rasanya hilang.
Cakaran Teh Endang menghujam punggung dan
leher saya. Dalam hati saya berkata bahwa hari
ini saya mendapat banyak sekali cakaran dari dua
orang wanita.
Lalu Teh Endang menarik kepala saya dan
kamipun berciuman dengan lebih liar. Tiba-tiba
Teh Endang membalikan badan saya sehingga
dia berada diatas saya. Melihat penis saya yang
berdiri tegak, Teh Endang langsung melebarkan
pahanya sehingga vaginanya tepat berada di atas
penis saya. Langsung ia mendorong vaginanya
ke arah penis saya dan lama-kelamaan penis
saya sudah hilang di telan vaginanya. Saya lupa
memakai kondom yang tersisa dua buah lagi.
Tetapi saya meyakinkan diri bahwa saya dan dia
bersih. Teh Endang menggerak-gerakan
pinggulnya naik turun dan kanan kiri. Terasa
sangat nikmat dan tak terbayangkan rasa yang
saya alami, maupun dia.
“Gus.. gimana.. ennakk.. ga.. memek.. Endang..
eehhmm.. eehh..”, katanya.
Saya hanya mengangguk dan berusaha
menaikkan pinggul saya agar penis saya masuk
lebih dalam lagi. Setiap gerakan kami berdua
selalu dibarengi dengan bunyi seperti “Pok..
pok.. pok.. cplak.. cplak”.
Kejadian itu berlangsung lama sehingga Teh
Endang orgasme sebanyak dua kali lagi. Dua kali
pula penis saya disiram oleh cairan hangat di
dalam vaginanya. Lalu selang beberapa lama Teh
Endang akan orgasme lagi.
“Gus Endang.. mau.. pipiss.. pi.. piss.. eehh..”,
katanya.
“Bareng ya, saya juga dah mau nih..”, kataku.
“Keluarin.. di.. luar.. aja.. ya.. ehhmm..”, kataku.
“Teh saya keluar..”, kataku. Pada saat saya
hendak menarik penis saya, Teh Endang
menjatuhkan badannya dan memeluk dengan
erat, sambil mencium saya, dan kakinya
merangkul kedua kaki saya.
“Croott.. crroott.. crroott..”, sperma saya
muncrat di dalam vaginanya dengan tertancap
sempurna. Seluruh batang penis saya berada di
dalam vaginanya. Cairan kami menyatu dan
banyak sekali. Terasa hangat batang penis saya.
“Gus di dalem memek Endang ada yang anget-
anget.. eehh.. ennak banget rasanya..” Katanya
setelah merasakan muncratnya sperma saya di
dalam vaginanya.
Langsung saya terbangun dan menarik penis
saya. Saya kaget karena kaluarnya sperma si
dalam vaginanya. Saya takut apabila Teh Endang
dalam masa subur dan akibatnya, HAMIL! Dalam
otak saya terbayang apabila Teh Endang hamil
maka saya harus bertanggung jawab atas hal
itu.
“Gus kamu knapa.. kamu nyesel main sama
Endang?”, tanyanya melihat tingkahku yang
gugup.
“Teh Endang maaf ya.. tadi keluarnya di dalem..
kan bisa hamil.. maaf saya khilaf.. tapi saya akan
bertanggung jawab koq”, kataku menjelaskah
dengan tidak pasti.
Teh Endang hanya tersenyum dan menatapku
penuh keluguan. Melihat itu saya bertambah
gugup dan malu.
“Koq Teh Endang cuma senyum doang, ada
yang salah ya?”, kataku keheranan.
“Kamu emang anak yang baek, tapi kamu gak
usah kuatir, Endang pake KB loh..”, katanya
menjelaskan.
“Kamu lucu yah kalo lagi gugup.. makanya
Endang ketawain kamu.. maap ya Gus..”,
tambahnya lagi.
Mendengar itu rasanya pikiran saya seperti lega
dan akan meledak. Saya baringkan badan saya
karena puas atas jawaban Teh Endang dan saya
terus membodohi diri sendiri sekaligus menutupi
rasa malu saya. Teh Endang menindih badan
saya dan mencium dada saya yang bidang lalu
kami berdua berciuman mesra. Lalu kami mandi
bersama dan di sana kami melakukannya lagi
berberapa kali.
Setelah itu kami berdua makan bersama. Teh
Endang menyuruh Yuyun memasakkan
hidangan nasi goreng yang menurut Teh
Endang masakan Yuyun sangat enak. Selama
makan Teh Endang bercerita bahwa dia dan
teman-teman sebayanya adalah hypersex. Yang
lebih gila lagi, teman-temannya rela membayar
seorang gigolo untuk memuaskan nafsu
mereka. Tetapi Teh Endang tidaklah demikian.
Teh Endang lebih berhati-hati dalam memilih
teman kencannya dan tidak sembarangan
dibandingkan mereka. Dan kadang-kadang
teman-temannya sering mengunjungi Teh
Endang atau sebaliknya dan rencananya saya
akan dikenalkan pada mereka.
Beberapa hari berjalan, saya dan Teh Endang
sering melakukan hubungan intim di rumahnya
untuk memuaskan nafsu kami berdua. Kadang
bila Teh Endang belum pulang, saya
menunggunya sambil mendapatkan servis
memuaskan dari si Yuyun. Bermacam gaya
kami lakukan dan dimanapun tempatnya, di
kamar, garasi, ruang tamu, kamar mandi, dapur
dan tempat yang kami anggap aman, baik
dengan Teh Endang maupun Yuyun.


Adult | GO HOME | Exit
1/1482
U-ON

inc Powered by Xtgem.com